Tab Bar

Kamis, 21 Juni 2012

Buku Kontroversial "Ketika Sang Habib Dikritik" menghujat Habib Munzir Al-Musawa?




Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
saya ada berita nih yang saya kutip dari sarkub.com. Check it out.
Ada semacam fenomena timbulnya semangat keislaman yang menggelora dari generasi muda masa kini. Majelis-majelis agama marak di sana-sini, diskusi-diskusi keagamaan menjadi pemandangan sehari-hari, bahkan masuk hingga memenuhi dunia maya. Tentunya ini adalah perkembangan keagamaan yang menggembirakan, di tengah bobroknya iman dan moral generasi muda di tempat lainnya.

Sayangnya, tak jarang semangat dalam memunculkan Islam dalam diri sebagian mereka tak diimbangi dengan pemahaman yang utuh dalam ilmu aga­ma atau setidaknya kedewasaan dalam berinteraksi sesama insan seagama. Akibatnya, karakter yang cepat melekat dari cara beragama mereka adalah mudah sekali melontarkan tuduhan-tuduhan keras pada kelompok lain yang berbeda pemahamannya dengan pemikiran mereka. Dan ini sebenarnya “lagu lama” kaum Wahabi, sebagaimana tersirat dalam buku Ketika Sang Habib Dikritik (KSHD), yang baru terbit sekitar tiga bulan ini.

Memang, tak ada yang salah dalam semangat mengkritik. Tak boleh pula ada pihak yang merasa tak boleh dikritik, siapa pun dia. Ulama, habaib, kiai, atau siapa pun. Mereka semua manusia biasa, yang tidak suci dari dosa. Mereka boleh dikritik oleh siapa pun, kapan pun, dan di mana pun, termasuk oleh Firanda, sang penulis KSHD.

Buku KSHD merupakan kompilasi dari tulisan berisi sanggahan Firanda selama beberapa waktu terhadap kajian-kajian yang disampaikan Habib Munzir Almusawa, terutama terhadap yang disampaikan Habib Munzir pada bukunya Kenalilah Aqidahmu. Entah kenapa, sejak lama penulis KSHD sangat fokus menyoroti hampir setiap materi yang disampaikan Habib Munzir bin Fuad Almusawa.

Dari awal hingga akhir tulisan, KSHD memang tidak secara terang-terangan menyebut nama Habib Munzir sebagai tokoh “sang habib” yang dikritiknya. Tapi, sebelum menjadi sebuah buku, materi-materi tulisan itu telah lama dipublikasikan pada blog pribadinya dan nama Ha­bib Munzir tertera di sana. Entah pula karena alasan apa penulisan di buku dan publikasi di internet dibedakan oleh penulisnya. Yang satu nama Habib Munzir tak disebut, yang satunya lagi disebut.

Awalnya, karena melihat judulnya, banyak orang menyangka bahwa isi buku KSHD adalah semacam kritikan terhadap komunitas habaib secara umum atau pribadi Habib Munzir secara khusus. Nyatanya tidaklah demikian. Sebagian besar isinya lebih sebagai kritikan terhadap paham para ulama dan habaib, dus hujatan atas beberapa tokoh ulama dan habaib kecintaan umat.

Isi buku KSHD tak ubahnya buku-buku Wahabi lainnya yang menentang berbagai keyakinan yang dianut mayoritas umat Ahlussunnah wal Jama’ah, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di dunia. Isu-isu yang diangkat pun tak jauh-jauh dari masalah kuburan, tawasul, istighatsah, dan isu-isu lama lainnya.

Habib Munzir ketika akan dimintai konfirmasi secara langsung kondisi kesehatannya masih belum memungkinkan untuk melakukan wawancara. Namun sejumlah pesan secara tak langsung disampaikan oleh salah satu orang dekatnya, H. Syukran, yang juga sekretaris Majelis Rasulullah SAW asuhan Habib Munzir Almusawa.

“Habibana (Habib Munzir-Red.) tak ingin menanggapi terlalu serius kritikan semacam itu. Beliau tampak biasa-biasa saja. Menurut Beliau, itu hanya karena kalimat-kalimatnya yang dikritik diambil secara tidak utuh, hanya sepotong-potong,”, ujar H. Syukran menjelaskan. “Kalimat-kalimat” yang dimaksud adalah kutipan rangkaian kalimat dari buku karya Habib Munzir, Kenalilah Aqidahmu.

Ditanya tentang jawaban apa yang disampaikan Habib Munzir terhadap buku kritikan terhadap dirinya, H. Syukran menyatakan bahwa, sebagaiman yang dituturkan Habib Munzir, kalau buku karya Habib Munzir kalau dibaca secara utuh maka buku itu sendirilah jawabannya.

Jadi, meski materi kritikan itu ditujukan terhadap materi isi buku Kenalilah Aqidahmu, jawabannya justru ada dalam buku Kenalilah Aqidahmu itu sendiri. “Asal dibaca secara utuh…”, kata H. Syukran.

Apalagi, ternyata kritikan yang disampaikan dalam buku tersebut isinya adalah isu lama belaka, yaitu masalah-masalah khilafiyah: dari mulai masalah tawassul, istighatsah, memuliakan peninggalan kaum sholihin, dan hal-hal klasik lainnya.

Di tengah padatnya jadwal kegiatan Majelis Rasulullah SAW, Habib Munzir Almusawa menderita penyakit yang cukup berat: radang otak, yang baru terdeteksi setahun terakhir ini. Pihak medis menduga, penyakit itu sudah bersarang tiga tahun lebih.

Namun Habib Munzir memang sosok yang tangguh dalam berdakwah. “Kalau penyakitu itu sedang kambuh, tak jarang membuatnya dalam kondisi yang sangat kritis. Tak jarang, meski harus dengan kursi roda, beliau tetap menyempatkan diri untuk hadir di majelis yang diasuhnya di Masjid Almunawar Pancoran, Jakarta Selatan,” ujar H. Syukran lagi.

Sejak kepulangannya belajar dari Hadhramaut, Habib Munzir Almusawa memang sudah bertekad untuk terjun di tengah masyarakat untuk berdakwah secara penuh.

Jalan dakwah memang jalan yang terjal. Berbagai tantangan adalah risiko bagi mereka yang ingin menapaki jalan ini. Namun berkat kesungguhannya untuk terus menapaki jalan yang telah dilewati oleh para pendahulunya itu, jalan ini pun terasa indah.

Bentuk kritikan seperti apapun, sesungguhnya sama sekali tidak menjatuhkan kemuliaan kita di hadapan siapa pun, sekiranya sikap kita dalam menghadapi nya penuh dengan kemuliaan, sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Karen sesungguhnya kemuliaan dan keridhaan-Nya-lah yang menjadi penentu itu.

Ingatlah, walaupun jin dan manusia bergabung untuk menghina, kalau Allah menghendaki kemuliaan, maka tidak akan ada yang mampu menjatuhkan seseorang ke lembah kehinaan.

*) dikutip oleh SARKUB.COM dari Majalah Alkisah No. 12/2012

2 komentar: