Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
saya ada berita nih yang saya kutip dari sarkub.com. Check it out.
Ada semacam fenomena timbulnya semangat keislaman yang
menggelora dari generasi muda masa kini. Majelis-majelis agama marak di
sana-sini, diskusi-diskusi keagamaan menjadi pemandangan sehari-hari, bahkan
masuk hingga memenuhi dunia maya. Tentunya ini adalah perkembangan keagamaan
yang menggembirakan, di tengah bobroknya iman dan moral generasi muda di tempat
lainnya.
Sayangnya, tak jarang semangat dalam memunculkan Islam dalam
diri sebagian mereka tak diimbangi dengan pemahaman yang utuh dalam ilmu agama
atau setidaknya kedewasaan dalam berinteraksi sesama insan seagama. Akibatnya,
karakter yang cepat melekat dari cara beragama mereka adalah mudah sekali
melontarkan tuduhan-tuduhan keras pada kelompok lain yang berbeda pemahamannya
dengan pemikiran mereka. Dan ini sebenarnya “lagu lama” kaum Wahabi,
sebagaimana tersirat dalam buku Ketika Sang Habib Dikritik (KSHD), yang baru
terbit sekitar tiga bulan ini.
Memang, tak ada yang salah dalam semangat mengkritik. Tak
boleh pula ada pihak yang merasa tak boleh dikritik, siapa pun dia. Ulama,
habaib, kiai, atau siapa pun. Mereka semua manusia biasa, yang tidak suci dari
dosa. Mereka boleh dikritik oleh siapa pun, kapan pun, dan di mana pun,
termasuk oleh Firanda, sang penulis KSHD.
Buku KSHD merupakan kompilasi dari tulisan berisi sanggahan
Firanda selama beberapa waktu terhadap kajian-kajian yang disampaikan Habib
Munzir Almusawa, terutama terhadap yang disampaikan Habib Munzir pada bukunya
Kenalilah Aqidahmu. Entah kenapa, sejak lama penulis KSHD sangat fokus
menyoroti hampir setiap materi yang disampaikan Habib Munzir bin Fuad Almusawa.
Dari awal hingga akhir tulisan, KSHD memang tidak secara
terang-terangan menyebut nama Habib Munzir sebagai tokoh “sang habib” yang
dikritiknya. Tapi, sebelum menjadi sebuah buku, materi-materi tulisan itu telah
lama dipublikasikan pada blog pribadinya dan nama Habib Munzir tertera di sana.
Entah pula karena alasan apa penulisan di buku dan publikasi di internet
dibedakan oleh penulisnya. Yang satu nama Habib Munzir tak disebut, yang
satunya lagi disebut.
Awalnya, karena melihat judulnya, banyak orang menyangka
bahwa isi buku KSHD adalah semacam kritikan terhadap komunitas habaib secara
umum atau pribadi Habib Munzir secara khusus. Nyatanya tidaklah demikian.
Sebagian besar isinya lebih sebagai kritikan terhadap paham para ulama dan
habaib, dus hujatan atas beberapa tokoh ulama dan habaib kecintaan umat.
Isi buku KSHD tak ubahnya buku-buku Wahabi lainnya yang
menentang berbagai keyakinan yang dianut mayoritas umat Ahlussunnah wal
Jama’ah, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di dunia. Isu-isu yang diangkat
pun tak jauh-jauh dari masalah kuburan, tawasul, istighatsah, dan isu-isu lama
lainnya.
Habib Munzir ketika akan dimintai konfirmasi secara langsung
kondisi kesehatannya masih belum memungkinkan untuk melakukan wawancara. Namun
sejumlah pesan secara tak langsung disampaikan oleh salah satu orang dekatnya,
H. Syukran, yang juga sekretaris Majelis Rasulullah SAW asuhan Habib Munzir
Almusawa.
“Habibana (Habib Munzir-Red.) tak ingin menanggapi terlalu
serius kritikan semacam itu. Beliau tampak biasa-biasa saja. Menurut Beliau,
itu hanya karena kalimat-kalimatnya yang dikritik diambil secara tidak utuh,
hanya sepotong-potong,”, ujar H. Syukran menjelaskan. “Kalimat-kalimat” yang
dimaksud adalah kutipan rangkaian kalimat dari buku karya Habib Munzir,
Kenalilah Aqidahmu.
Ditanya tentang jawaban apa yang disampaikan Habib Munzir
terhadap buku kritikan terhadap dirinya, H. Syukran menyatakan bahwa,
sebagaiman yang dituturkan Habib Munzir, kalau buku karya Habib Munzir kalau
dibaca secara utuh maka buku itu sendirilah jawabannya.
Jadi, meski materi kritikan itu ditujukan terhadap materi
isi buku Kenalilah Aqidahmu, jawabannya justru ada dalam buku Kenalilah
Aqidahmu itu sendiri. “Asal dibaca secara utuh…”, kata H. Syukran.
Apalagi, ternyata kritikan yang disampaikan dalam buku
tersebut isinya adalah isu lama belaka, yaitu masalah-masalah khilafiyah: dari
mulai masalah tawassul, istighatsah, memuliakan peninggalan kaum sholihin, dan
hal-hal klasik lainnya.
Di tengah padatnya jadwal kegiatan Majelis Rasulullah SAW,
Habib Munzir Almusawa menderita penyakit yang cukup berat: radang otak, yang
baru terdeteksi setahun terakhir ini. Pihak medis menduga, penyakit itu sudah
bersarang tiga tahun lebih.
Namun Habib Munzir memang sosok yang tangguh dalam
berdakwah. “Kalau penyakitu itu sedang kambuh, tak jarang membuatnya dalam
kondisi yang sangat kritis. Tak jarang, meski harus dengan kursi roda, beliau
tetap menyempatkan diri untuk hadir di majelis yang diasuhnya di Masjid
Almunawar Pancoran, Jakarta Selatan,” ujar H. Syukran lagi.
Sejak kepulangannya belajar dari Hadhramaut, Habib Munzir
Almusawa memang sudah bertekad untuk terjun di tengah masyarakat untuk
berdakwah secara penuh.
Jalan dakwah memang jalan yang terjal. Berbagai tantangan
adalah risiko bagi mereka yang ingin menapaki jalan ini. Namun berkat
kesungguhannya untuk terus menapaki jalan yang telah dilewati oleh para
pendahulunya itu, jalan ini pun terasa indah.
Bentuk kritikan seperti apapun, sesungguhnya sama sekali
tidak menjatuhkan kemuliaan kita di hadapan siapa pun, sekiranya sikap kita
dalam menghadapi nya penuh dengan kemuliaan, sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Karen sesungguhnya kemuliaan dan keridhaan-Nya-lah yang menjadi penentu itu.
Ingatlah, walaupun jin dan manusia bergabung untuk menghina,
kalau Allah menghendaki kemuliaan, maka tidak akan ada yang mampu menjatuhkan
seseorang ke lembah kehinaan.
*) dikutip oleh SARKUB.COM dari Majalah Alkisah No. 12/2012
nice share gan.....
BalasHapusnih baru temen gwe....
ni baru teman gwe...
BalasHapusnb: ikutan komen diatas... :D